Penghapusbukuan merupakan salah satu cara untuk menyehatkan sistem perkreditan dalam
bank, dengan memindahkan kredit bermasalah (macet) dari neraca bank menjadi
ekstrakomptabel. Hal ini mengurangi beban kinerja bank, tetapi tidak menghapus hak bank
untuk tetap menagih pelunasan kepada debitur.
Mekanisme hapus buku adalah upaya terakhir bila langkah penyelamatan kredit seperti
penagihan intensif, reconditioning, rescheduling, restructuring, atau penjualan agunan tidak
membuahkan hasil, atau debitur menghilang dan tidak dapat dihubungi.
Meskipun resmi dan memiliki dasar hukum, mekanisme ini sering dipandang negatif oleh
pemegang saham karena dapat menurunkan laba dan dividen, serta mencerminkan kelemahan
manajemen bank dalam mengelola portofolio kredit. Bagi bank BUMN/BUMD, muncul
keraguan karena terkait dengan definisi “kekayaan negara/keuangan negara” dalam UU
No.17/2003 tentang Keuangan Negara.
Bank-bank besar seperti Mandiri, BNI 46, dan BRI telah melakukan hapus buku untuk
memperbaiki kinerja, namun BPK RI menilai dasar hukumnya masih kurang kuat karena
Perpu No.19/1960 dan UU No.17/2003 belum diamandemen.
Tujuan
Peserta memahami potensi permasalahan hukum akibat hapus buku kredit bermasalah, serta
mampu menangani sengketa yang berpeluang muncul dari proses tersebut.
Materi Pokok
- Latar Belakang Hapus Buku Kredit Bermasalah
- Dasar Hukum Hapus Buku Kredit Bermasalah
- Syarat dan Prosedur Hapus Buku Kredit Bermasalah
- Sesuai PBI No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
- Sesuai Buku Pedoman Perusahaan (Bidang Perkreditan, Buku II Bab VI)
- Kebijakan Penghapusbukuan Kredit Bermasalah
- Kriteria Penghapusbukuan Kredit Bermasalah
- Prosedur Penghapusbukuan Kredit Bermasalah
- Wewenang Penghapusbukuan Kredit Bermasalah
- Kelebihan dan Kekurangan Hapus Buku Kredit Bermasalah
- Potensi Permasalahan Hukum
- Dasar Hukum Hapus Buku Masih Lemah
- Kredit yang Dihapus Buku Berpotensi Dikriminalisasi
